Riset UI : Masih Banyak Konflik Lahan di Perkebunan Sawit, Baru 30 Persen Petani Sawit Yang Memiliki Sertifikat

Tim riset multidisiplin dari Universitas Indonesia (UI) yang diketuai oleh Dr. Herdis Herdiansyah, merilis temuan riset polecy brief. Hasil riset menunjukkan bahwa masih banyak terjadi konflik lahan di perkebunan sawit, dan baru 30 persen petani sawit yang memiliki sertifikat lahan.

Hasil riset tersebut sebagaimana dirilis oleh Tim riset multidisiplin dari Universitas Indonesia bekerja sama dengan Program Magister Universitas Jambi. Yang diterima redaksi kliksaja.co pada Jumat (08/01/2021).

Riset Multidiplin UI diketuai oleh DR. Herdis Herdiansyah, dari Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia.

Konflik dan Sertifikat Lahan

DR. Herdis mengungkapkan berdasarkan hasil riset ditemukan bahwa di Provinsi Jambi banyak terjadi konflik lahan.

“Terkait dengan pekebun sawit, khususnya di Jambi tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi banyak konflik lahan”. Kata Herdis Herdiansyah yang juga Dosen UI.

DR. Herdis menambahkan bahwa di Jambi diantara hamparan perkebunan besar sawit masih terdapat kebun-kebun petani di dalamnya. Sementara petani sendiri tidak memiliki status kepemilikan lahan yang kuat, sehingga posisi petani sawit sangat lemah dalam status kepemilikan lahan.

Dalam konteks status kepemilikan lahan, petani sawit sendiri di Jambi merasa memiliki lahan atas dasar telah turun-temurun berada di lokasi tersebut.

“Begitu rumit yang terjadi, maka untuk memahami suasana yang ditemukan di lanskap saat ini, untuk membongkar lapisan masa lalu dari peraturan penguasaan lahan, mulai dengan masa kolonial”. Ujar DR. Herdis.

Tim riset kemudian mencoba mengungkap histori atau sejarah lahan di Jambi.

“Meskipun Batin Sembilan (Provinsi Jambi), sudah diintegrasikan ke dalam organisasi politik dan ekonomi Kesultanan Jambi yang menguasai kawasan tersebut, dengan kategori penggunaan lahan dan lahannya sendiri hak sebelum penjajahan Belanda, itu adalah dengan Hukum Kolonial Belanda bahwa transformasi regulasi penggunaan lahan yang jauh sebelumnya telah dimulai”. Jelas DR. Herdis berdasarkan hasil riset.

Luasan Perkebunan Kelapa Sawit sendiri di Jambi diperkirakan saat ini sebesar 1.134.640 hektar.

Dimana 66,66% statusnya adalah kepemilikan petani rakyat. Karenanya tim riset UI menilai bahwa kebutuhan kepemilikan lahan yang legal dan kuat sangat mendesak bagi petani sawit di Jambi.

“Menyangkut masyarakat banyak Dari Hasil diskusi (FGD), dengan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi baru sekitar 30% petani yang bersertifikat Hak Milik. Hal ini menjadi kebutuhan agar petani memiliki kepemilikan sertifikat yang sah”. Tegas DR. Herdis menyinggug soal status kepemilikan lahan sawit para petani sawit Jambi.

Terkait status lahan petani sawit, tim riset UI mendorong agar terbentuknya petani kelapa sawit yang memiliki legalitas Hak. Mempertegas batas-batas yang kuat yang berpotensi menyebabkan terjadinya diskrepansi kepemilikan sertifikat lahan.

Produktivitas CPO

Kemudian menyinggung soal produktivitas CPO di Jambi, menurut DR Herdis, kasus di Jambi menunjukkan data yang agak berbeda jika di bandingkan dengan Provinsi lain.

Menurut Dr. Herdis jika ditinjau dari produktivitas CPO, capaian di perkebunan rakyat Jambi masih lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas CPO perkebunan rakyat di provinsi lainnya seperti Sumatera Utara (3.3 ton/ha CPO) atau Riau (2.7 ton/ha CPO).

Hal ini pula yang menjadi landasan kenapa riset dilakukan di wilayah Provinsi Jambi.

Produktivitas CPO di perkebunan rakyat Jambi hanya 2.3 ton/ha. Isu sawit yang berkelanjutan adalah untuk menciptakan keunggulan daya saing kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.

Pertumbuhan Ekonomi

Tim riset UI mengungkapkan bahwa teori keunggulan kompetitif secara ekonomi tidak cukup untuk menghadapi persaingan dalam jangka panjang.

Hal ini disebabkan efisiensi secara ekonomi dari kinerja rantai pasok kelapa sawit memang mampu memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Namun, orientasi pertumbuhan ekonomi mengacu pada memaksimalkan keuntungan yang mendukung eksploitasi terhadap sumber daya alam secara maksimal.

Eksploitasi membawa dampak kerusakan lingkungan yang menyebabkan eksternalitas.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan kemiskinan secara umum,

Namun menurut tim riset UI tidak mampu memperkecil jarak ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia.

Hal ini ditunjukkan dari data BPS, dari terjadinya penurunan kemiskinan secara signifikan dari tahun 2012 sebesar 11,96% menjadi 9,41% di tahun 2019.

Sementara kelapa sawit merupakan salah satu daerah pertumbuhan ekonomi yang paling mendukung pertumbuhan PD Provinsi Jambi, karena berperan penting sebagai mata rantai elemen-elemen pertumbuhan ekonomi penduduk, sehingga memiliki kebutuhan yang sangat kuat.

Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan temuan riset tersebut, tim riset UI merekomendasikan beberapa kebijakan strategis terkait persoalan petani sawit.

Tim Riset UI menyasar pada pentingnya mewujudkan peningkatan peran kelembagaan ditingkat kelompok dan koperasi dalam sertifikasi lahan.

Mempermudah petani dalam mendapatkan sertifikat lahan mendesak dilakukan, sehingga membantu petani dalam ketelusuran dokumen perkebunan yang mereka miliki.

“Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan perancangan penelitian dengan memadukan antara teori atau konsep dan kebijakan publik yang tepat berdasarkan fakta dan data di lapangan,” kata DR Herdis Ketua tim riset.

Tim riset UI juga telah menyerahkan hasil riset policy brief dan naskah akademik riset tersebut kepada Dinas Perkebunan Provinsi Jambi yang diharapkan akan membantu pemerintah daerah merumuskan kebijakan aplikatif yang berbasis data empiris.

Fokus Legalitas Lahan

DR. Herdi menjelaskan bahwa kajian kebijakan (policy brief) dalam riset tersebut membahas rumusan kebijakan standar Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dalam rangka memperkuat dan memperbaiki posisi pekebun dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan.

Dimana riset kajian kebijakan fokus pada legalitas kepemilikan lahan untuk pekebun atau petani sawit. sawit

“Tahun 2020 ini riset difokuskan dalam bidang kebijakan legalitas kepemilikan lahan untuk pekebun sawit di Provinsi Jambi”. Kata Dr. Herdis Herdiansyah.

Menurut DR. Herdis, Latar belakang dilakukannya riset yang difokuskan pada petani sawit adalah karena perkebunan rakyat memiliki peran penting dalam rantai nilai kelapa sawit di Provinsi Jambi berdasarkan potensi luas wilayahnya.

Riset dilakukan di perkebunan kelapa sawit rakyat di wilayah Provinsi Jambi. Dengan rentang waktu bulan April hingga Desember 2020.

Riset diketuai oleh Herdis Herdiansyah dari Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) dengan anggota riset Prof. Kosuke Mizuno dari SIL UI, RR. Ratih Dyah Kusumastuti, dari FEB, Tito Latief Indra dari FMIPA, Palupi Lindiasari Samputra dari SKSG dan Rosyani dari Universitas Jambi.

Selain itu riset, juga didukung oleh mahasiswa S1-S3 dari beberapa fakultas di UI dan beberapa mahasiswa di Universitas Jambi. Mahasiswa yang juga sedang meneliti tentang sawit, seperti riset tentang tangkos yang dilakukan oleh Arty Dwi Januari, Riset pemberdayaan masyarakat dan sawit oleh oleh Neny Indriyana, dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan oleh Nanik Ambar S.

Riset didanai dari Direktorat Riset dan Pengembangan Universitas Indonesia.

Share:


Related Posts

Kota Tangerang dan Tangerang Selatan Ajukan Permohonan PSBB ke Gubernur Banten

Pemerintah Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan telah mengajukan surat permohonan pelaksanaan Pembatasan...